Pagi itu, Andi pergi ke sekolah seperti biasa dengan mengendarai
sepedanya. Ia menyusuri sepanjang jalan dengan terburu-buru karena
waktu pagi selalu dihabiskannya untuk mengerjakan PR. Akibatnya, ia
menjadi sering terlambat datang ke sekolah dan kerap mendapat teguran
dari gurunya. Setelah sampai, ia langsung memarkirkan sepedanya lalu
bergegas masuk kelas dengan napas ngos-ngosan dan keringat yang
membasahi sekujur tubuhnya.
“Andi, kenapa kamu terlambat lagi? Walaupun kamu cuma terlambat 5
menit, tapi hal itu kamu lakukan setiap hari. Sebenarnya apa yang
membuatmu terlambat begini?” tegur Pak Imron terhadap Andi.
“Maaf, Pak. Tadi saya mengerjakan PR Matematika dulu,” jawab Andi
pelan dengan muka tertunduk malu.”
“Jawabanmu selalu saja begitu. Coba sini Bapak liat PR yang Bapak
berikan.”
Andi pun bergegas mengambil buku kecil bersampul biru yang
bertuliskan ‘Buku Tugas Matematika’ pada kover depan di dalam
tasnya dan segera menyerahkannya pada Pak Imron.
Pak Imron berdiam diri sejenak untuk berpikir apa yang dapat ia
lakukan untuk membantu muridnya itu. Sebab, ia berteman baik dengan
orang tua Andi sehingga tahu betul seluk-beluk keluarga muridnya
tersebut. Pak Imron pun mengetahui bahwa sepulang sekolah Andi memang
tak mempunyai waktu banyak untuk mengerjakan tugas-tugasnya, karena
ia harus secepatnya membantu kedua orang tuanya berjualan sate ayam
hingga malam hari. Sehingga, ia selalu letih dan kecapaian pada
akhirnya.
Setelah
itu Pak Imron menghela napas panjang lalu berdiri dengan wibawanya
melangkahkan kaki ke tengah kelas di hadapan siswa-siswinya.
“Nah, anak-anak mari kita lanjutkan pelajaran minggu lalu. Tapi
sebelum itu, Bapak ingin bercerita dulu. Bapak harap kalian
mendengarkan cerita ini dengan saksama dan mampu mengambil
banyak-banyak manfaat dan nilai-nilai di dalam cerita ini untuk
kehidupan sehari-hari kalian. Sebelum Bapak mulai, silakan kumpulkan
tugas kalian. Dalam waktu kurang dari 1 menit, buku-buku itu harus
sudah sampai di meja paling depan sini. Silakan,” perintah Pak
Imron kepada murid-muridnya. Murid-murid pun segera beranjak dari
kursinya membawa buku mereka masing-masing. Kemudian segera kembali
ke tempat duduk karena antusias ingin mendengar cerita dari Pak
Imron, guru yang dikenal ramah dan dekat dengan murid-muridnya itu.
Setelah semuanya tenang, beliau pun mulai bercerita.
“Suatu hari, ada seekor anjing sedang berbaring lemas di
kandangnya. Lalu oleh majikannya, dilemparkanlah sebuah tulang ayam
yang masih segar ke arah anjingnya tersebut. Anjing itu pun segera
menangkapnya dengan bersemangat. Dibawanya tulang itu kemana-mana,
menyusuri sungai, hutan, dan sepanjang jalan. Sampai di sebuah
telaga, ia pun beristirahat sejenak. Dipandanginya ke arah dalam
telaga tersebut dan ia merasa ada sesuatu yang ganjil. Dilihatnya
dari dalam telaga itu, ada seekor anjing lain yang juga membawa
tulang di mulutnya. Si anjing tidak menyadari bahwa bahwa anjing itu
hanyalah bayangan atau cermin dirinya sendiri. Ia tidak mau berpikir
sejenak dan mengira anjing itu mau merebut tulang ayam miliknya.
Dengan cepat, anjing itu pun langsung menceburkan dirinya ke dalam
telaga. Alhasil, si anjing pun tak mendapat apa-apa selain basah
kuyup. Si anjing berusaha dengan sekuat tenaga menepikan dirinya ke
pinggir. Setelah sampai di tepi, anjing pun sangat menyesal kenapa
tadi ia tidak mau berpikir dulu dan malah terlihat bodoh seperti
tadi. Ia juga sedih karena tulang miliknya ikut tenggelam ke dasar
telaga. Nah, dari cerita Bapak tersebut silakan kalian renungkan
baik-baik dan mengambil manfaat betapa pentingnya berpikir positif
itu walau hanya sejenak sehingga kita tidak menyesal nantinya.”
***
Seusai pelajaran sekolah siang itu, Andi bergegas menuju kantor guru
untuk menemui Pak Imron.
“Pak, terima kasih. Setelah Bapak bercerita tadi, saya menjadi
sadar akan pentingnya menjaga detik demi detik waktu yang kita
miliki,” kata Andi bersemangat.
“Benar, Andi. Bapak sengaja bercerita seperti tadi untuk membuka
pikiran kamu. Bapak menyarankan sebaiknya di sela-sela waktu yang
kamu punyai saat membantu kedua orang tuamu, kamu sempatkan untuk
mengulang dan memahami pelajaran sekolah kemudian menyelesaikan
tugas-tugas lainnya.”
“Baik, Pak. Rupanya selama ini ketika ada waktu luang saya kurang
dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Waktu luang hanya saya habiskan
untuk bermain-main sehingga terbuang sia-sia begitu saja. Saya tidak
sampai memikirkan semua itu Pak.”
“Rupanya jika waktu tidak kita manage dengan baik, satu detik
berharga pun bisa hilang begitu saja dan berganti dengan penyesalan.
Kamu harus berhati-hati Andi,” jelas Pak Imron bijaksana. Andi
tersenyum lebar. Mulai saat itu, ia berjanji akan merubah dirinya
menjadi lebih baik lagi. Dan akan berpikir sebelum berbuat sesuatu
sebelum penyesalan demi penyesalan terjadi.
-sekian-
pernah dimuat di koran harian Solopos Jateng
0 komentar:
Posting Komentar